Kamis, 14 April 2011

Keseimbangan Isi dan Proses Dalam Kurikulum

KESEIMBANGAN ISI DAN PROSES DALAM PENGEMBANGAN KURIKULUM
A. Keseimbangan Antara Isi dan Proses
Keberhasilan pengajaran atau pelaksanaan suatu kurikulum sangat dipengaruhi kondisi dan aktivitas siswa, guru, serta para pelaksana kurikulum lainnya, yaitu oleh kondisi lingkungan fisik, sosial budaya dan psikologis sekitar, oleh kondisi dan kelengkapan sarana dan prasarana, baik di sekolah maupun dalam keluarga.
Pendidikan dan pengajaran selalu berlangsung dalam keterbatasan-keterbatasan, baik keterbatasan kemampuan, fasilitas, waktu, tempat maupun biaya. Sehingga penyusun, pengembang, dan pelaksana pendidikan umumnya, kurikulum pada khususnya, harus mengupayakan mengoptimalkan hasil sesuai dengan kondisi yang ada, di samping mengoptimalkan isi dan prosesnya sendiri.
B. Isi Kurikulum
Isi program kurikulum adalah segala sesuatu yang diberikan kepada anak didik dalam kegiatan belajar mengajar dalam rangka mencapai tujuan. Isi kurikulum atau pengajaran bukan hanya terdiri atas sekumpulan pengetahuan atau kumpulan informasi, tetapi harus merupakan kesatuan pengetahuan terpilih dan dibutuhkan, baik bagi pengetahuan itu sendiri maupun bagi siswa dan lingkungannya.
Dalam penyusunan kurikulum, masalah mengajarkan struktur perlu mendapatkan perhatian utama, karena keberhasilan pelaksanaan suatu kurikulum sangat dipengaruhi oleh hal tersebut. Pendidikan yang menekankan struktur bukan saja dapat berhasil dengan baik pada anak-anak yang cerdas, tetapi juga pada anak-anak biasa bahkan anak-anak yang kurang mampu.
Tujuan belajar lebih dari sekedar untuk mendapatkan kepuasan atau menguasai pengetahuan. Belajar menyiapkan peserta didik untuk menghadapi masa yang akan datang. Ada dua macam belajar untuk menghadapi masa yang akan datang, yaitu:
1. Aplikasi belajar dalam tugas-tugas khusus, atau pekerjaan-pekerjaan khusus. Hal ini merupakan transfer belajar dalam berbagai bentuk keterampilan.
2. Transfer belajar dalam bentuk prinsip-prinsip dan sikap-sikap. Tipe belajar ini merupakan inti proses pendidikan, merupakan proses perluasan dan pendalaman yang terus menerus dari ide-ide dasar dan ide-ide umum.
Untuk itu, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, yaitu:
1. Bagaimana menyusun kurikulum yang dapat diajarkan oleh guru biasa, terhadap murid biasa, yang dapat merefleksikan prinsip-prinsip dasar dari berbagai bentuk inkuiri. Ini menyangkut dua masalah, bagaimana memilih bahan yang akan diajarkan serta alat-alat pelajaran yang dapat memberikan tekanan utama pada pengembangan ide-ide dan sikap dan bagaimana menentukan tingkat-tingkat bahan yang akan diajarkan itu sesuai dengan kemampuan dan tingkat perkembangan para siswa.
2. Bagaimana para siswa menguasai ide-ide dasar dari berbagai bidang studi, bukan saja berkenaan dengan pengtahuan umum, tetapi juga dengan perkembangan sikap berinkuiri, perkembangan kemampuan memperkirakan (predictive ability) dan pemecahan masalah oleh anak sendiri.
Ada empat hal yang merupakan manfaat belajar atau mengajarkan struktur dasar, yaitu:
1. Pemahaman tentang hal-hal yang bersifat fundamental memungkinkan penguasaan bahan ajar secara lebih komprehensif. Misalnya, anak yang sudah memahami latar belakang, tujuan dan dasar-dasar pembentukan ASEAN akan dengan mudah memahami berbagai bentuk kerja sama dan kegiatan ASEAN.
2. Belajar struktur dasar dapat menjamin berbagai bentuk lupa atau kehilangan penguasaan. Suatu kehilangan tidak akan berbentuk kehilangan total, hal-hal yang tersisa dapat membantu menyusun kembali apa-apa yang sudah hilang atau terlupakan.
3. Pemahaman prinsip-prinsip dan ide-ide fundamental merupakan syarat utama untuk mengadakan transfer. Pemahaman tentang hal yang umum memungkinkan menguasai banyak hal yang sifatnya khusus, sebab penguasaan hal umum memungkinkan penguasaan model pemahaman.
4. Penekanan pada struktur dan prinsip-prinsip mengajar yang fundamental dapat mempersempit jarak antara pengetahuan elementer dengan pengetahuan yang lebih lanjut.
C. Proses Belajar
1. Belajar Intuitif
Dalam berpikir intuitif, hipotesis dirumuskan dengan cepat, mengkombinasikan beberapa konsep sebelum diketahui faedahnya. Faktor-faktor yang mempengaruhi berpikir intuitif ialah:
a) Predisposisi, yang berkenaan dengan dimiliki atau tidak dimilikinya kemampuan intuitif dalam suatu bidang tertentu serta kekuatan intuitif pada bidang tersebut.
b) Berpikir intuitif didasari oleh keyakinan pada diri sendiri dan keberanian dari siswa. Seorang yang berpikir intuitif tidak boleh takut berbuat salah, tetapi juga tidak boleh menutupi kesalahan.
c) Dibutuhkan guru yang mampu memberikan persetujuan/pembenaran dan sekaligus memberikan koreksi dan bimbingan pada siswa yang sedang berintuisi. Diperlukan guru yang bukan saja mempunyai kemampuan intuitif, tetapi juga memiliki sensitifitas, ia dapat membedakan kesalahan intuitif dengan kesalahan karena kebodohan.
2. Belajar Bermakna
Ausubel dan Robinson (1969) membedakan dua dimensi dari proses belajar, yaitu:
a) Dimensi cara menguasai pengetahuan
1) Tipe belajar bersifat mencari (discovery learning), bahan ajar disajikan dalam bentuk yang belum selesai, maka si pelajar harus berusaha mencari dan menyelesaikannya sendiri.
2) Tipe belajar bersifat menerima (reception learning), bahan pelajaran disajikan kepada si pelajar dalam bentuk yang sudah sempurna, sehingga si pelajar tinggal menerima tanpa mengadakan usaha-usaha pengolahan, atau pemrosesan labih lanjut.
b) Cara menghubungkan pengetahuan baru dengan struktur ide yang telah ada.
1) Tipe belajar bersifat menghafal (rote learning). Siswa berusaha menguasai bahan tanpa mengetahui maknanya.
2) Tipe belajar bermakna (meaningfull learning). Siswa mempelajari sesuatu bahan ajar dengan berusaha memahami makna atau artinya.
a. Konsep-Konsep Dasar
Ada dua hal penting dalam belajar bermakna, yaitu:
1) Struktur kognitif, merupakan segala pengetahuan yang telah dimiliki siswa sebagai hasil dari kegiatan belajar yang lalu.
2) Materi pengetahuan baru, yaitu hal-hal yang baru dipelajarinya.
Belajar bermakna menuntut tiga persyaratan, yaitu:
1) Materi yang dipelajari harus dapat dihubungkan dengan struktur kognitif secara beraturan karena adanya kesamaan isi.
2) Siswa harus memiliki konsep yang sesuai dengan materi yang akan dipelajarinya.
3) Siswa harus mempunyai kemauan atau motif untuk menghubungkan konsep tersebut dengan struktur kognitifnya.
b. Macam-Macam Belajar Bermakna
1) Belajar represensional, merupakan suatu proses belajar untuk mendapatkan arti atau makna dari simbol-simbol. Melalui belajar ini, anak akan mengenal banyak nama dan tiap benda punya nama sendiri.
2) Belajar konsep, mempunyai makna logis dan makna psikologis. Makna logis terbentuk melalui fenomena adanya benda-benda yang dikelompokkan karena memiliki ciri-ciri yang sama. Makna psikologis terbentuk dalam dua tahap, yaitu konsep terbentuk melalui pengalaman nyata dan bila anak telah bersekolah ia belajar makna konsep secara formal dari nama dan kata-kata.
3) Belajar proposisi, proposisi merupakan kalimat yang menunjukkan hubungan antara dua hal.
4) Belajar diskaveri atau mencari. Bahan yang dipelajari tidak disajikan secara tuntas tetapi membutuhkan beberapa kegiatan mental untuk menuntaskan dan menyatakannya dalam struktur kognitif.
5) Belajar pemecahan masalah, anak dihadapkan pada masalah-masalah yang memerlukan pemecahan.
6) Belajar kreatif, siswa belajar merencanakan, melaksanakan, dan membuktikan sendiri percobaan-percobaan.
3. Hubungan Macam-Macam Belajar Dengan Taksonomi Bloom
Dari perbandingan dengan taksonomi Bloom dapat disimpulkan bahwa macam-macam belajar bermakna ini, lebih menyangkut ranah kognitif. Ranah afektif dan psikomotor tidak tercakup dengan macam-macam kategori belajar ini.
4. Mengingat dan Lupa
Mengingat merupakan suatu proses memelihara penguasaan sesuatu makna baru. Lupa merupakan kemunduran atau kehilangan penguasaan suatu makna yang telah dikuasai. Proses mempelajari konsep baru oleh individu terjadi dalam dua langkah:
a. Penguasaan dan penyimpanan. Suatu konsep dipelajari dengan cara yang bermakna dan disatukan dengan konsep-konsep yang telah ada dalam struktur kognitif. Dalam struktur kognitif suatu konsep baru, tidak hanya berhubungan dengan suatu konsep tetapi beberapa konsep yang telah ada.
b. Mengingat dan lupa. Konsep-konsep baru yang kurang umum, melalui periode waktu berasimilasi dengan konsep-konsep yang telah ada memungkinkan terjadinya pengurangan makna, karena terjadi pengurangan hubungan (reduksi). Karena proses asimilasi dan reduksi tersebut berjalan spontan dan berangsur-angsur maka konsep-konsep tersebut terlupakan.
Maka, ada tiga faktor yang mempengaruhi penguasaan kembali konsep dari ingatan:
a. Kekuatan hubungan antara konsep yang telah ada dengan konsep baru
b. Efektifitas usaha untuk menguasai kembali konsep yang terlupakan, baik yang memperkuat penguasaan kembali, maupun yang menghambat pula.
c. Macam penguasaan apakah pada tingkat recall (tingkat tertinggi berada pada tingkat yang berhubungan dengan mengingat kembali) atau recognition (sesuatu yang terlupakan sama sekali, terjadi recognition jika dipelajari kembali)
5. Kelebihan Belajar Bermakna
Hasil belajar akan lebih lama dikuasai daripada belajar menghapal, sehingga lebih efisien.
6. Inhibisi Proaktif dan Retroaktif
Dalam belajar mengingat ada dua hambatan (inhibiton) yang mungkin terjadi, yaitu:
a. Hambatan proaktif, merupakan hambatan dalam mengingat sesuatu karena adanya pengaruh dari bahan yang telah dipelajari terlebih dahulu.
b. Hambatan retroaktif, merupakan hambatan dalam mengingat yang lama karena bahan baru.
D. Kesiapan Belajar
1. Perkembangan Intelek
Perkembangan intelek anak bukanlah suatu rangkaian perkembangan yang bersifat tertutup, tetapi terbuka, merespon terhadap pengaruh lingkungannya, terutama lingkungan sekolah. Perkembangan intelek anak perlu ditunjang oleh kesempatan-kesempatan yang berguna agar berkembang lebih pesat. Menurut David Page seorang ahli dan guru yang sangat berpengalaman dalam mengajar matematika, dalam pengajaran dari Taman Kanak-Kanak sampai Perguruan Tinggi dalam perkembangan intelek menunjukkan kecenderungan yang sama, bahwa anak lebih spontan, lebih kreatif, lebih energik dibandingkan dengan orang dewasa. Belajar anak dalam segala hal lebih cepat dibandingkan dengan orang tua.
2. Kegiatan Belajar
Belajar suatu bidang pelajaran minimal meliputi tiga proses:
a. Proses mendapatkan atau memperoleh informasi baru untuk melengkapi atau menggantikan informasi yang telah dimiliki atau menyempurnakan pengetahuan yang telah ada.
b. Transformasi, yairu proses memanipulasi pengetahuan agar sesuai dengan tugas yang baru. Proses ini meliputi cara-cara mengolah informasi untuk sampai pada kesimpulan yang lebih tinggi.
c. Proses evaluasi untuk mengecek apakah manipulasi sudah memadai untuk dapat menjalankan tugas mencapai sasaran
Dalam mempersiapkan bahan pelajaran, disusun bahan pelajaran tersebut dalam rentetan episode (satuan pelajaran). Dalam menyajikan bahan pelajaran sesuai dengan kemampuan dan kebutuhan murid, epaisode-episode bahan pelajaran, dimanipulasi dengan berbagai cara, antara lain memperpanjang atau memperpendek isi episode, memberikan ganjaran dalam bentuk pujian, pemberian gelar juara, dan sebagainya.
3. Spiral Kurikulum
Kurikulum bukan sesuatu yang statis tertutup, tetapi merupakan spiral terbuka. Kurikulum memiliki struktur bahan ajar yang disusun atau dibentuk di sekitar prinsip-prinsip, masalah-masalah dan nilai-nilai dalam masyarakat. Kurikulum selalu membutuhkan baik anak didik maupun masyarakat sekitarnya.
E. Minat dan Motif Belajar
Untuk mencapai cita-cita pendidikan unggul dibutuhkan kurikulum yang sesuai, pendidikan guru yang efektif, menggunakan alat-alat bantu pengajaran yang cukup serta diciptakan berbagai usaha pemberian motivasi. Pembangkitan minat belajar pada anak, ada yang bersifat:
1. Sementara (jangka pendek) yaitu dengan cara penggunaan film, audio visual, dan lain-lain. Hal itu karena dapat menimbulkan kepasifan dan sikap menonton.
2. Menetap (jangka panjang). Langkahnya ialah membangkitkan otonomi yang aktif, yang merupakan lawan dari sikap menonton yang pasif.
Beberapa hal yang diusahakan untuk membangkitkan motif belajar pada anak yaitu pemilihan bahan pengajaran yang berarti bagi anak, menciptakan kegiatan belajar yang dapat membangkitkan dorongan untuk menemukan (discovery), menerjemahkan apa yang akan diajarkan dalam bentuk pikiran yang sesuai dengan tingkat perkembangan anak.
Sekarang dikembangkan meritocracy yang merupakan sistem pengajaran yang menekankan pada kompetisi atau persaingan. Siswa memiliki kesempatan untuk maju terus sesuai dengan prestasi belajar yang dicapainya. Anak pandai dapat berkembang pesat, namun anak yang kurang pandai akan jauh tertinggal. Salah satu kelemahan dari sistem ini adalah terlalu menekankan pada science dan teknologi. Hal tersebut dapat diatasi dengan menggunakan sistem pendidikan seni, musik, drama serta pendidikan humanitas lainnya sangat membantu untuk mencapai keseimbangan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar