Selasa, 14 Desember 2010

Cabang Filsafat

ONTOLOGI, EPISTEMOLOGI, DAN AKSIOLOGI FILSAFAT PENDIDIKAN

Tiga Masalah Utama dalam Filsafat
Apabila seorang filosof memulai pekerjaannya maka dia akan mulai dengan mengemukakan pertanyaan-pertanyaan yang cocok dan sesuai dengan permasalahan yang sedang dipelajari. Umumnya filsafat selalu menanyakan tiga pertanyaan dasar : yang pertama : “Apakah yang nyata itu?”. Kita ingin untuk mendapatkan kenyataan – bagaimanakah yang nyata sebagai lawan dari fiksi dan ilusi agar kita dapat mengerti dengan baik. Cabang filsafat yang membicarakan ini secara formal disebut ontologi. Kalau ditinjau dari pokok pendirian tentang apa yang ada atau tidak ada, ontologi itu merupakan etiket pelengkap dari metafisika, yaitu studi tentang ada atau keadaan sesuatu.

Problema atau pertanyaan kedua ialah : “Apakah yang benar itu?”. Pengetahuan kita sebetulnya bergantung kepada kenyataan apakah yang memungkinkan dunia ini mengandung unsur kemampuan atau kesanggupan untuk tahu, apabila kita mempelajari proses mengetahui itu. Masalah ini digolongkan kepada apa yang dinamakan Epistemologi, yaitu studi tentang pengetahuan atau bagaimana kita mengetahui (adanya) benda-benda.
Problema ketiga ialah pertanyaan : “Apakah yang baik/bagus itu?”. Dalam pembicaraan formal, masalah ini dibagi menjadi dua, yaitu pertanyaan tentang etika (Apakah kelakuan yang baik itu?) dan juga pertanyaan tentang estetika (Apakah yang indah/bagus itu?). Hal-hal yang disebutkan ini banyak dikenal dengan ungkapan Aksiologi, yaitu studi tentang nilai.
1. Ontologi
Masalah utama yang harus kita bahas adalah masalah tentang kenyataan, tentang realitas, tentang yang nyata dari sesuatu. Ontologi adalah teori tentang ada dan realitas. Meninjau persoalan secara ontologis, adalah mengadakan penyelidikan terhadap sifat dan realitas dengan refleksi rasional serta analisis dan sintetis logika. Secara etimologis, ontologi berasal dari kata “on” (being=ada) dan “logos” (ilmu). Jadi ontologi adalah bidang kajian filsafat yang mempelajari hakekat ada (mempelajari tentang keberadaan sesuatu atau mengapa sesuatu itu ada).
Pandangan ontologi ini secara praktis akan menjadi masalah utama di dalam pendidikan. Sebab, anak bergaul dengan dunia lingkungannya dan mempunyai dorongan yang kuat untuk mengerti sesuatu. Kewajiban pendidikan melalui latar belakang ontologis ini ialah membina daya pikir yang tinggi dan kritis.
Ontologi ini kadang-kadang dibedakan antara metafisika dengan kosmologi. Untuk menyelidiki realita semesta yang tak terbatas itu dianggap perlu ada semacam pengkhususan.
a. Metafisika diartikan dengan beberapa pengertian.
1). Kadang-kadang metafisika diartikan dengan ontologi itu sendiri
2). Secara estimologis, metafisika berarti ”di balik atau di belakang fisika” (meta = di belakang). Istilah itu terjadi secara kebetulan. Waktu para ahli menyusun untuk membukukan karya Aristoteles, mereka menempatkan bab tentang filsafat, sesudah bab tentang fisika. Tetapi penamaan metafisika itu bukanlah karena pembahasan bab tersebut sesudah uraian tentang fisika (ilmu alam) saja. Melainkan memang hakekat yang diselidiki oleh metafisika ialah hakekat realita, menjangkau sesuatu di balik realita. Artinya metafisika ingin mengerti sedalam-dalamnya. Metafisika juga mengandung pengertian menyelidiki hakekat, realita dalam arti realita, fakta, materi yang konkrit. Metafisika ingin mengerti segala realita baik fisis, spiritual, maupun yang berubah-ubah atau tetap, dan yang di balik realita.
b. Kosmologi
Memusatkan perhatiannya kepada realita kosmos, yakni keseluruhan sistem semesta raya. Kosmologi terbatas pada realita yang lebih nyata, dalam arti alam fisis yang material. Walaupun kosmolgi tak mungkin merangkul alam semesta dalam arti menghayati secara indera, tetapi kosmologi menghayati realita semesta secara intelektual.
Implikasi pandangan ontologi di dalam pendidikan ialah bahwa dunia pengalaman manusia yang harus memperkaya kepribadian bukanlah hanya alam raya dan isinya dalam arti sebagai pengalaman sehari-hari. Melainkan sebagai suatu yang tak terbatas, realitas fisis, spiritual, yang tetap dan yang berubah-ubah (dinamis). Juga hukum dan sistem kesemestaan yang melahirkan perwujudan harmoni dalam alam semesta, termasuk hukum dan tertib yang menentukan kehidupan manusia.
Yang pertama dalam ilmu itu, dikenal dulu tentang ada dan apa dirinya, sehingga perlu diketahui apa yang menjadi objek sesuatu ilmu, baik objek materinya yang menjadi pokok persoalan (subject matter) maupun objek formanya yang menjadi pusat perhatian (focus of interest).
2. Epistemologi
Dunia pendidikan dianggap sebagai proses penyerahan kebudayaan umumnya, khususnya ilmu pengetahuan. Apakah sesungguhnya ilmu itu, darimana sumber ilmu itu, bagaimana proses terjadinya dan sebagainya, inilah urusan epistemologi.
Epistemologi berasal dari bahasa Yunani, yaitu Episteme yang berarti pengetahuan dan logos yang berarti ilmu. Jadi, Epistomolgi adalah bidang kajian filsafat yang mempelajari tentang hakekat ilmu pengetahuan. Persoalan pokok yang dipertanyakan adalah tentang bagaimana sesuatu yang benar itu datang dan bagaimana kita mengetahuinya, bagaimana pula kita membedakan yang benar dan yang salah. Epistemologi ialah suatu cabang filsafat yang membahas sumber, proses, syarat, batas, validitas dan hakekat pengetahuan. Brameld mendefinisikan epistemologi sebagai : “it is epistemology that gives the teacher the assurance that he is conveying the truth to his student” ; “epistemologi memberikan kepercayaan dan jaminan bagi guru bahwa ia memberikan kebenaran kepada murid-muridnya”.
Masalah epistemologi bersangkutan dengan pertanyaan-pertanyaan tentang pengetahuan. Konsep epistemologi adalah konsep pengetahuan yang menjelaskan objek formal dan objek material. Contohnya, epistemology dari “ide”, objek formal ide adalah jawaban dari apa yang disebut ide?, dan objek materialnya adalah bagaimana isi dari ide yang ada itu?. Jadi, epistemologi adalah ilmu yang mempelajari asal-usul, proses dan hasil bentukan ilmu pengetahuan.
Dengan melakukan pengkajian terhadap epistemologi ilmu politik, kita akan mengetahui apakah politik tersebut suatu disiplin ilmu pengetahuan atau hanya sekedar cabang dari hukum ilmu.
3. Aksiologi
Aksiologi secara etimologis berasal dari kata ”axios” (value=nilai) dan ”logos” (ilmu). Jadi Aksiologi adalah bidang kajian filsafat yang mempelajari hakekat nilai. Dimana sesuatu dianggap bernilai bila memenuhi syarat-syarat : baik, benar, indah dan bermanfat. Aksiologi adalah penerapan ilmu. Penerapan ilmu pengetahuan dapat diketahui pertama-tama dari klasifikasinya, kemudian dengan melihat tujuan ilmu itu sendiri, dan yang terakhir perkembangannya. Aksiologi juga adalah studi tentang nilai, sesuatu yang berharga, yang diidamkan oleh setiap insan.
Nilai yang dimaksud adalah :
a. Nilai jasmani ; nilai yang terdiri atas nilai hidup (sesuatu yang dikejar manusia bagi kelangsungan hidupnya), nilai nikmat dan nilai guna.
b. Nilai rohani ; nilai yang terdiri atas nilai intelek, nilai estetika, nilai etika dan nilai religi (sesuatu yang didambakan oleh manusia untuk kemuliaan dirinya).
Ilmu pengetahuan memiliki beberapa tahap perkembangan, yaitu sebagai berikut :
a. Tahap klasifikasi
Yaitu tahap dimana ilmu pengetahuan tersebut berada dalam kondisi pemilahan, dalam arti sedang menentukan dan memilah-milah keberadaannya, termasuk dalam kategori serta kelas yang mana sesuatu ilmu tersebut. Jadi peliputan berorientasi pada kepastian, apakah suatu pengetahuan itu masih merupakan anak cabang suatu ilmu atau sudah merupakan disiplin ilmu pengetahuan yang sudah berdiri sendiri (mandiri).
b. Tahap komparasi
Yaitu tahap dimana ilmu pengetahuan tersebut berada dalam tahap membandingkan suatu ilmu dengan ilmu yang lain. Tahap ini merupakan lanjutan dari tahap klasifikasi, jadi peliputan sudah barang tentu berorientasi pada pengkajian posisi suatu ilmu, dengan ilmu apa pula saling berhubungan, telaah ini bermanfaat untuk mendeteksi posisi keberadaan ilmu tersebut.
c. Tahap kuantifikasi
Yaitu tahap dimana ilmu pengetahuan tersebut berada dalam tahap memperhitungkan kematangannya. Dalam tahap ini sudah dapat diukur keberadaannya, baik secara kuantitas maupun secara kualitas.

Daftar Pustaka :
Arifin, Muzayyin. 2003. Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara
Nursyam, Muhammad. 1986. Filsafat Pendidikan dan Dasar-Dasar Filsafat Kependidikan Pancasila. Surabaya: Usaha Nasional
Muliawan, Jasa Ungguh. 2008. Epistemologi Pendidikan. Yogyakarta: Gadjah Mada Univercity Press

Tidak ada komentar:

Posting Komentar